PADI Rest Area
Berlokasi di daerah suburban yang dikelilingi persawahan terdapat sebuah desa kecil bernama Anabanua yang terletak pada jalan Trans Sulawesi di sulawesi selatan, Indonesia. Tapak awalnya merupakan suatu kawasan stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) yang memiliki kolam teratai dan terbentuk secara alami dari bekas galian tanah timbunan saat pembangunan SPBU tersebut.
Diakses dari pintu masuk area SPBU, fasilitas rest area terbagi menjadi empat massa bangunan yang berdiri mengelilingi kolam teratai secara berurutan, yaitu fasilitas toilet umum, fasilitas pengelola, fasilitas cafe & resto, serta fasilitas tempat ibadah, yaitu mushollah.
Toilet umum diposisikan strategis dan didesain untuk dapat menjaga privasi dengan baik antar pria dan wanita. Kemudian terpisah jarak kurang lebih 2,5 m dari toilet, terdapat bangunan pengelola kawasan rest area dan SPBU dengan dua lantai. lantai pertama difungsikan sebagai area bersantai dan istirahat, serta lantai kedua digunakan untuk asrama yang memiliki akses terbatas. Setiap pengunjung yang menuju bangunan utama berupa cafe & resto harus melewati sisi terpanjang bangunan pengelola melalui setapak decking kayu tepat dipinggir kolam teratai. Akses sirkulasi ini didesain oleh arsitek untuk pengunjung agar dapat menikmati pengalaman ruang juga material dari melewati bangunan pengelola dan kolam Teratai yang dapat memberi kesan tersendiri. Tujuannya agar pengunjung yang lelah selama perjalanan bisa merasakan ketenangan dan kedamaian sebelum memasuki bangunan utama.
Setelah melewati bangunan pengelola, terdapat percabangan sirkulasi, yaitu akses yang menggunakan ramp menuju ke bangunan utama cafe & resto serta akses lainnya menuju ke bangunan ibadah / mushollah. Hal ini merupakan salah satu strategi agar dapat meningkatkan nilai komersil pada bangunan utama, mengingat kebiasaan masyarakat dalam menggunakan rest area hanya sekedar mampir untuk menggunakan toilet dan tempat ibadah. Dengan begitu, pengunjung yang demikian dapat berpotensi besar untuk berbelanja di bangunan cafe & resto.
Prinsip rumah tradisional suku Bugis dari masyarakat setempat merupakan ide dasar untuk bangunan utama café & resto yang memiliki konfigurasi rumah panggung dengan atap yang lebar dalam merespon iklim tropis di Indonesia. Lantai atas digunakan untuk aktivitas pengunjung (makan dan minum) sambil menikmati pemandangan sawah yang sangat luas dan lantai bawah untuk area servis dan istirahat, dimana terdapat area khusus bagi para supir mobil penumpang untuk beristrahat sejenak sebelum melanjutkan perjalanan. Desain dibuat terbuka yang bertujuan untuk dapat memaksimalkan energi alami dan dapat mengefisienkan biaya operasional, dikarenakan bangunan ini memiliki penggunaan energi yang cukup besar.
Dibangun dengan menggunakan tangan-tangan para tukang lokal tanpa ada campur tangan kontraktor, arsitek sangat berperan penting selama proses Pembangunan. hal ini tidak lepas untuk mengefisienkan biaya Pembangunan dan tetap pada koridor desain yang diinginkan. Penggunaan struktur baja dipilih guna mempertimbangkan durasi pembangungan agar berjalan lebih cepat, serta bidang dinding dan atap menggunakan material berbahan zinc yang memang kompatibel dengan struktur baja. Tidak lupa aksen penggunaan material kayu untuk memberi kesan hangat dan lembut, serta penggunaan batu alam agar tetap mendapatkan kesan tropis, otentik, dan modern.
Dengan keterlibatan interaksi sosial, melestarikan nilai-nilai budaya, dan meningkatkan pengalaman perjalanan, tempat ini menjadi pusat komunitas yang penting. Baik wisatawan maupun penduduk lokal dapat menumbuhkan rasa memiliki pada kawasan ini, sehingga secara kolaboratif menjadikannya lebih dari sekadar tempat persinggahan di sepanjang jalan. Tempat ini tidaklah hanya dijadikan sebagai tempat persinggahan, tetapi juga dapat menjadi tujuan wisata di desa Anabanua.
PADI Rest Area
Berlokasi di daerah suburban yang dikelilingi persawahan terdapat sebuah desa kecil bernama Anabanua yang terletak pada jalan Trans Sulawesi di sulawesi selatan, Indonesia. Tapak awalnya merupakan suatu kawasan stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) yang memiliki kolam teratai dan terbentuk secara alami dari bekas galian tanah timbunan saat pembangunan SPBU tersebut.
Diakses dari pintu masuk area SPBU, fasilitas rest area terbagi menjadi empat massa bangunan yang berdiri mengelilingi kolam teratai secara berurutan, yaitu fasilitas toilet umum, fasilitas pengelola, fasilitas cafe & resto, serta fasilitas tempat ibadah, yaitu mushollah.
Toilet umum diposisikan strategis dan didesain untuk dapat menjaga privasi dengan baik antar pria dan wanita. Kemudian terpisah jarak kurang lebih 2,5 m dari toilet, terdapat bangunan pengelola kawasan rest area dan SPBU dengan dua lantai. lantai pertama difungsikan sebagai area bersantai dan istirahat, serta lantai kedua digunakan untuk asrama yang memiliki akses terbatas. Setiap pengunjung yang menuju bangunan utama berupa cafe & resto harus melewati sisi terpanjang bangunan pengelola melalui setapak decking kayu tepat dipinggir kolam teratai. Akses sirkulasi ini didesain oleh arsitek untuk pengunjung agar dapat menikmati pengalaman ruang juga material dari melewati bangunan pengelola dan kolam Teratai yang dapat memberi kesan tersendiri. Tujuannya agar pengunjung yang lelah selama perjalanan bisa merasakan ketenangan dan kedamaian sebelum memasuki bangunan utama.
Setelah melewati bangunan pengelola, terdapat percabangan sirkulasi, yaitu akses yang menggunakan ramp menuju ke bangunan utama cafe & resto serta akses lainnya menuju ke bangunan ibadah / mushollah. Hal ini merupakan salah satu strategi agar dapat meningkatkan nilai komersil pada bangunan utama, mengingat kebiasaan masyarakat dalam menggunakan rest area hanya sekedar mampir untuk menggunakan toilet dan tempat ibadah. Dengan begitu, pengunjung yang demikian dapat berpotensi besar untuk berbelanja di bangunan cafe & resto.
Prinsip rumah tradisional suku Bugis dari masyarakat setempat merupakan ide dasar untuk bangunan utama café & resto yang memiliki konfigurasi rumah panggung dengan atap yang lebar dalam merespon iklim tropis di Indonesia. Lantai atas digunakan untuk aktivitas pengunjung (makan dan minum) sambil menikmati pemandangan sawah yang sangat luas dan lantai bawah untuk area servis dan istirahat, dimana terdapat area khusus bagi para supir mobil penumpang untuk beristrahat sejenak sebelum melanjutkan perjalanan. Desain dibuat terbuka yang bertujuan untuk dapat memaksimalkan energi alami dan dapat mengefisienkan biaya operasional, dikarenakan bangunan ini memiliki penggunaan energi yang cukup besar.
Dibangun dengan menggunakan tangan-tangan para tukang lokal tanpa ada campur tangan kontraktor, arsitek sangat berperan penting selama proses Pembangunan. hal ini tidak lepas untuk mengefisienkan biaya Pembangunan dan tetap pada koridor desain yang diinginkan. Penggunaan struktur baja dipilih guna mempertimbangkan durasi pembangungan agar berjalan lebih cepat, serta bidang dinding dan atap menggunakan material berbahan zinc yang memang kompatibel dengan struktur baja. Tidak lupa aksen penggunaan material kayu untuk memberi kesan hangat dan lembut, serta penggunaan batu alam agar tetap mendapatkan kesan tropis, otentik, dan modern.
Dengan keterlibatan interaksi sosial, melestarikan nilai-nilai budaya, dan meningkatkan pengalaman perjalanan, tempat ini menjadi pusat komunitas yang penting. Baik wisatawan maupun penduduk lokal dapat menumbuhkan rasa memiliki pada kawasan ini, sehingga secara kolaboratif menjadikannya lebih dari sekadar tempat persinggahan di sepanjang jalan. Tempat ini tidaklah hanya dijadikan sebagai tempat persinggahan, tetapi juga dapat menjadi tujuan wisata di desa Anabanua.
PADI Rest Area
Berlokasi di daerah suburban yang dikelilingi persawahan terdapat sebuah desa kecil bernama Anabanua yang terletak pada jalan Trans Sulawesi di sulawesi selatan, Indonesia. Tapak awalnya merupakan suatu kawasan stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) yang memiliki kolam teratai dan terbentuk secara alami dari bekas galian tanah timbunan saat pembangunan SPBU tersebut.
Diakses dari pintu masuk area SPBU, fasilitas rest area terbagi menjadi empat massa bangunan yang berdiri mengelilingi kolam teratai secara berurutan, yaitu fasilitas toilet umum, fasilitas pengelola, fasilitas cafe & resto, serta fasilitas tempat ibadah, yaitu mushollah.
Toilet umum diposisikan strategis dan didesain untuk dapat menjaga privasi dengan baik antar pria dan wanita. Kemudian terpisah jarak kurang lebih 2,5 m dari toilet, terdapat bangunan pengelola kawasan rest area dan SPBU dengan dua lantai. lantai pertama difungsikan sebagai area bersantai dan istirahat, serta lantai kedua digunakan untuk asrama yang memiliki akses terbatas. Setiap pengunjung yang menuju bangunan utama berupa cafe & resto harus melewati sisi terpanjang bangunan pengelola melalui setapak decking kayu tepat dipinggir kolam teratai. Akses sirkulasi ini didesain oleh arsitek untuk pengunjung agar dapat menikmati pengalaman ruang juga material dari melewati bangunan pengelola dan kolam Teratai yang dapat memberi kesan tersendiri. Tujuannya agar pengunjung yang lelah selama perjalanan bisa merasakan ketenangan dan kedamaian sebelum memasuki bangunan utama.
Setelah melewati bangunan pengelola, terdapat percabangan sirkulasi, yaitu akses yang menggunakan ramp menuju ke bangunan utama cafe & resto serta akses lainnya menuju ke bangunan ibadah / mushollah. Hal ini merupakan salah satu strategi agar dapat meningkatkan nilai komersil pada bangunan utama, mengingat kebiasaan masyarakat dalam menggunakan rest area hanya sekedar mampir untuk menggunakan toilet dan tempat ibadah. Dengan begitu, pengunjung yang demikian dapat berpotensi besar untuk berbelanja di bangunan cafe & resto.
Prinsip rumah tradisional suku Bugis dari masyarakat setempat merupakan ide dasar untuk bangunan utama café & resto yang memiliki konfigurasi rumah panggung dengan atap yang lebar dalam merespon iklim tropis di Indonesia. Lantai atas digunakan untuk aktivitas pengunjung (makan dan minum) sambil menikmati pemandangan sawah yang sangat luas dan lantai bawah untuk area servis dan istirahat, dimana terdapat area khusus bagi para supir mobil penumpang untuk beristrahat sejenak sebelum melanjutkan perjalanan. Desain dibuat terbuka yang bertujuan untuk dapat memaksimalkan energi alami dan dapat mengefisienkan biaya operasional, dikarenakan bangunan ini memiliki penggunaan energi yang cukup besar.
Dibangun dengan menggunakan tangan-tangan para tukang lokal tanpa ada campur tangan kontraktor, arsitek sangat berperan penting selama proses Pembangunan. hal ini tidak lepas untuk mengefisienkan biaya Pembangunan dan tetap pada koridor desain yang diinginkan. Penggunaan struktur baja dipilih guna mempertimbangkan durasi pembangungan agar berjalan lebih cepat, serta bidang dinding dan atap menggunakan material berbahan zinc yang memang kompatibel dengan struktur baja. Tidak lupa aksen penggunaan material kayu untuk memberi kesan hangat dan lembut, serta penggunaan batu alam agar tetap mendapatkan kesan tropis, otentik, dan modern.
Dengan keterlibatan interaksi sosial, melestarikan nilai-nilai budaya, dan meningkatkan pengalaman perjalanan, tempat ini menjadi pusat komunitas yang penting. Baik wisatawan maupun penduduk lokal dapat menumbuhkan rasa memiliki pada kawasan ini, sehingga secara kolaboratif menjadikannya lebih dari sekadar tempat persinggahan di sepanjang jalan. Tempat ini tidaklah hanya dijadikan sebagai tempat persinggahan, tetapi juga dapat menjadi tujuan wisata di desa Anabanua.